#buletinOSA
#motif_kain_sarung_SUMBATENGAH
Team OSA online kali ini akan mengangkat motif Kabupaten Sumba Tengah.
Identitas adalah hakekat integral dari eksistensi “ada” yang berfungsi tidak saja sebagai jati diri tetapi juga berfungsi sebagai pembeda dari “ada” yang lain.
PEMERINTAH KABUPATEN SUMBA TENGAH MELALUI DINAS KOPERASI, UKM, PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN PADA TAHUN ANGGARAN 2013 TELAH MELAKSANAKAN SAYEMBARA DAN SEMINAR MOTIF DAERAH. WARNA DASAR YANG DISEPAKATI ADALAH PUTIH, COKELAT DAN HITAM. AGAR MOTIF DAERAH HASIL SEMINAR ITU DAPAT DIKETAHUI OLEH MASYARAKAT LUAS, MAKA PADA TAHUN ANGGARAN 2016 PEMERINTAH MEMPROGRAMKAN SOSIALISASI MOTIF DAERAH DIMAKSUD PADA 5 KECAMATAN TERPUSAT.
*BERIKUT NARASI PENGANTAR MOTIF TERKAIT YANG DIKAJI OLEH BAPAK Pdt. Melkianus Raisi Suruk, S.Th.,M.Si*
Nenek moyang orang Sumba pada umumnya dan Sumba Tengah pada khususnya, datang dalam jaman yang masih amat terbatas disegala bidang : pendidikan, ekonomi, sosial, budaya, dsb. Keterbatasan itu menjadi penyebab mereka hidup apa adanya, termasuk dalam hal sandang sebagai pembungkus tubuh. Karena itu, kita mendengar istilah “kambala” dalam bahasa Umbu Ratunggay, dan “ regitera” dalam bahasa Anakalang. Kambala atau regitera bahan dasarnya berasal dari tiga (3) jenis pohon, yaitu : pohon kawawu yang menghasilkan warn putih, pohon tera menghasilkan warna cokelat dan pohon hamala menghasilkan warna abu-abu. Karena itu, tidak mengherankan jika warna dasar di Umbu Ratu Nggay, Mamboro dan Anakalang adalah warna putih. Dan hingga kini di Umbu Ratu Nggay dan Mamboro masih mempertahankan khas tenunannya dalam warna putih. DiAnakalang juga warna putih, hanya saja di Anakalang warna putih dihitamkan dengan cara “ta’kuung” (direndam dalam warna hitam selama beberapa minggu bahkan bulan).
Berdasarkan latar belakang sejarah nenek moyang Sumba Tengah berpakaian, maka dapat dikatakan bahwa warna dasar untuk Sumba Tengah adalah warna putih. Namun, kita juga tidak bisa juga mengabaikan warna dasar : abu, cokelat dan hitam, karena itulah warna yang ditampilkan dalam waktu yang cukup panjang sampai dengan hadirnya sandang (pakaian) modern. Dengan demikian, kita dapat simpulkan bahwa warna untuk tenunan Sumba Tengah ada empat (4) yaitu : putih, cokelat, abu dan hitam. Dari keempat warna ini kita dapat memilih warna yang dapat diterima , tidak saja oleh orang Sumba Tengah tetapi juga diterima oleh semua orang termasuk diterima oleh wisatawan. Dengan mempertimbangkan penerimaan orang diseluruh dunia, mungkin lebih baik kita mengambil tiga warna dasara saja yaitu : putih, cokelat dan hitam. Dan ini jika disepakati yaitu hanya mengambil tiga (tiga) warna , maka dapat dikatakan bahwa diatas kanvas tiga warna itulah, peserta sayembara mengatur dan menempatkan simbol-simbol yang mempunyai makna filosofi, sosiologs dan antropologis orang Sumba, misalnya :
• Dewa jara – ura ahu( jara = kuda dan ahu = anjing ).
Mengapa Dewa Jara – Ura Ahu? Kuda dalam mitologi orang Sumba adalah simbol pencari dan pengundang rejeki (Madara).Madara sering dinegatifkan maknanya, padahal jika dikaji dengan sungguh mengandung nilai perjuangan yang amat positif, kuda dan anjing juga dapat melihat dan merasa apa yang dilihat dan dirasakan oleh manusia. Kedua hewan ini mempunyai sifat yang sama, maka orang Sumba memandang kedua hewan tersebut sebagai bagian dari hidupnya.
• Halubu madu mara – jaulu kura loku (maddu = ular, kura = udang, kedua hewan ini akan ada saatnya untuk berubah kulit. Baitan ini seringkali diungkapkan oleh orang Sumba sebagai harapan bahwa dibali kematian ada kehidupan, sebab yang mati hanyalah tubuh, sedangkan jiwa tidak mati. Ular dan udang ketika proses perubahan kulit juga mengalami kematian lemas, sesudah itu mereka kembali segar dan kuat. Tentu ini mengandung makna adanya pembaharuan dan perubahan yang terus menerus. Selain itu, kedua jenis hewan ini memiliki sifat dan karakter yang ccerdik. Ular dan udang juga memeiliki tingkat kewaspadaan yang amat tinggi, setiap saat siap siaga, dapat menyerang sambil mempertahankan diri. Mereka lebih mengutamakan bersembunyi jika ada ancaman dan pada saat terdesak merekapun menyerang.
• Ayam jantan dan ayam betina. Untuk memahami sifat dan karakter ayam, mari kita lihat baitan adat “ kadokukungu anana – heritungu baina “. Arti harfiah dari kadokukungu anana adalah ayam betina menghimpun anak – anaknya ketika mereka tercerai – berai ; heritungu baina berarti ayam jantan yang melindungi ayam betina. Baitan ini bila dikaji dan dipahami dengan baik maka sesungguhnya memiliki makna sosiologis adanya persekutuan yang dilandasi dengan kasih, yaitu menghimpun dan melindungi. Kasih diaktualisasikan dalam perjuangan mencari makan dan mengais ; juga bisa diaktualisasikan dengan kukuruyuk, karena kukuruyuk adalah simbol panggilan berhimpun dan juga sebagai simbol peringatan untuk terjaga dari tidur dan bersiap untuk berjuang. Selain itu kukuruyuk juga adalah simbol untuk membangun komunikasi dengan sesama.
• Ukir –ukiran tiang rumah.Ukiran pada tiang – tiang rumah, menjadi landasan adanya ukiran di batu kubur dan maknanya sama. Dalam ukiran - ukiran itu terdapat makna yang merupakan simbol keberadaan manusia dengan sesama dan dengan Tuhan. Kita melihat ada begitu banyak rantai yang saling terikat satu dengan lainnya ( rantai dalam bentuk horisontal ), hal ini mengadung makna bahwa manusia terikat dengan sesama sebagai satu komunitas, manusia hidup dalam hubungan dengan semua makhluk, dsb. Rantai yang terikat satu dengan lainnya atas – bawah vertikal, makanya tidak saja menghormati dan menghargai orang yang lebih usia, tetapi juga orng Sumba menggambarkan dirinya terikat dengan SANG KHALIK. Selain rantai, kita juga melihat bentuk wadah berbentuk oval bulat telur, ini juga bukan hanya sebuah lambang kreativitas tetapi makna yang lebih dalam adalah bahwa orang Sumba selalu menyelesaikan masalah mereka melalui musyawarah, dsb.
Selain simbol – simbol diatas, dapt juga digunakan : mamuli, buaya, penyu dan ikan paus tetapi itu sangat tergantung pada kreatifitas penenun dan pemahaman maknanya.
Berikut ragam motif yang telah disepakati sesuai dengan ketentuan hasil seminar..
SALAM OSA.
#motif_kain_sarung_SUMBATENGAH
Team OSA online kali ini akan mengangkat motif Kabupaten Sumba Tengah.
Identitas adalah hakekat integral dari eksistensi “ada” yang berfungsi tidak saja sebagai jati diri tetapi juga berfungsi sebagai pembeda dari “ada” yang lain.
PEMERINTAH KABUPATEN SUMBA TENGAH MELALUI DINAS KOPERASI, UKM, PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN PADA TAHUN ANGGARAN 2013 TELAH MELAKSANAKAN SAYEMBARA DAN SEMINAR MOTIF DAERAH. WARNA DASAR YANG DISEPAKATI ADALAH PUTIH, COKELAT DAN HITAM. AGAR MOTIF DAERAH HASIL SEMINAR ITU DAPAT DIKETAHUI OLEH MASYARAKAT LUAS, MAKA PADA TAHUN ANGGARAN 2016 PEMERINTAH MEMPROGRAMKAN SOSIALISASI MOTIF DAERAH DIMAKSUD PADA 5 KECAMATAN TERPUSAT.
*BERIKUT NARASI PENGANTAR MOTIF TERKAIT YANG DIKAJI OLEH BAPAK Pdt. Melkianus Raisi Suruk, S.Th.,M.Si*
Nenek moyang orang Sumba pada umumnya dan Sumba Tengah pada khususnya, datang dalam jaman yang masih amat terbatas disegala bidang : pendidikan, ekonomi, sosial, budaya, dsb. Keterbatasan itu menjadi penyebab mereka hidup apa adanya, termasuk dalam hal sandang sebagai pembungkus tubuh. Karena itu, kita mendengar istilah “kambala” dalam bahasa Umbu Ratunggay, dan “ regitera” dalam bahasa Anakalang. Kambala atau regitera bahan dasarnya berasal dari tiga (3) jenis pohon, yaitu : pohon kawawu yang menghasilkan warn putih, pohon tera menghasilkan warna cokelat dan pohon hamala menghasilkan warna abu-abu. Karena itu, tidak mengherankan jika warna dasar di Umbu Ratu Nggay, Mamboro dan Anakalang adalah warna putih. Dan hingga kini di Umbu Ratu Nggay dan Mamboro masih mempertahankan khas tenunannya dalam warna putih. DiAnakalang juga warna putih, hanya saja di Anakalang warna putih dihitamkan dengan cara “ta’kuung” (direndam dalam warna hitam selama beberapa minggu bahkan bulan).
Berdasarkan latar belakang sejarah nenek moyang Sumba Tengah berpakaian, maka dapat dikatakan bahwa warna dasar untuk Sumba Tengah adalah warna putih. Namun, kita juga tidak bisa juga mengabaikan warna dasar : abu, cokelat dan hitam, karena itulah warna yang ditampilkan dalam waktu yang cukup panjang sampai dengan hadirnya sandang (pakaian) modern. Dengan demikian, kita dapat simpulkan bahwa warna untuk tenunan Sumba Tengah ada empat (4) yaitu : putih, cokelat, abu dan hitam. Dari keempat warna ini kita dapat memilih warna yang dapat diterima , tidak saja oleh orang Sumba Tengah tetapi juga diterima oleh semua orang termasuk diterima oleh wisatawan. Dengan mempertimbangkan penerimaan orang diseluruh dunia, mungkin lebih baik kita mengambil tiga warna dasara saja yaitu : putih, cokelat dan hitam. Dan ini jika disepakati yaitu hanya mengambil tiga (tiga) warna , maka dapat dikatakan bahwa diatas kanvas tiga warna itulah, peserta sayembara mengatur dan menempatkan simbol-simbol yang mempunyai makna filosofi, sosiologs dan antropologis orang Sumba, misalnya :
• Dewa jara – ura ahu( jara = kuda dan ahu = anjing ).
Mengapa Dewa Jara – Ura Ahu? Kuda dalam mitologi orang Sumba adalah simbol pencari dan pengundang rejeki (Madara).Madara sering dinegatifkan maknanya, padahal jika dikaji dengan sungguh mengandung nilai perjuangan yang amat positif, kuda dan anjing juga dapat melihat dan merasa apa yang dilihat dan dirasakan oleh manusia. Kedua hewan ini mempunyai sifat yang sama, maka orang Sumba memandang kedua hewan tersebut sebagai bagian dari hidupnya.
• Halubu madu mara – jaulu kura loku (maddu = ular, kura = udang, kedua hewan ini akan ada saatnya untuk berubah kulit. Baitan ini seringkali diungkapkan oleh orang Sumba sebagai harapan bahwa dibali kematian ada kehidupan, sebab yang mati hanyalah tubuh, sedangkan jiwa tidak mati. Ular dan udang ketika proses perubahan kulit juga mengalami kematian lemas, sesudah itu mereka kembali segar dan kuat. Tentu ini mengandung makna adanya pembaharuan dan perubahan yang terus menerus. Selain itu, kedua jenis hewan ini memiliki sifat dan karakter yang ccerdik. Ular dan udang juga memeiliki tingkat kewaspadaan yang amat tinggi, setiap saat siap siaga, dapat menyerang sambil mempertahankan diri. Mereka lebih mengutamakan bersembunyi jika ada ancaman dan pada saat terdesak merekapun menyerang.
• Ayam jantan dan ayam betina. Untuk memahami sifat dan karakter ayam, mari kita lihat baitan adat “ kadokukungu anana – heritungu baina “. Arti harfiah dari kadokukungu anana adalah ayam betina menghimpun anak – anaknya ketika mereka tercerai – berai ; heritungu baina berarti ayam jantan yang melindungi ayam betina. Baitan ini bila dikaji dan dipahami dengan baik maka sesungguhnya memiliki makna sosiologis adanya persekutuan yang dilandasi dengan kasih, yaitu menghimpun dan melindungi. Kasih diaktualisasikan dalam perjuangan mencari makan dan mengais ; juga bisa diaktualisasikan dengan kukuruyuk, karena kukuruyuk adalah simbol panggilan berhimpun dan juga sebagai simbol peringatan untuk terjaga dari tidur dan bersiap untuk berjuang. Selain itu kukuruyuk juga adalah simbol untuk membangun komunikasi dengan sesama.
• Ukir –ukiran tiang rumah.Ukiran pada tiang – tiang rumah, menjadi landasan adanya ukiran di batu kubur dan maknanya sama. Dalam ukiran - ukiran itu terdapat makna yang merupakan simbol keberadaan manusia dengan sesama dan dengan Tuhan. Kita melihat ada begitu banyak rantai yang saling terikat satu dengan lainnya ( rantai dalam bentuk horisontal ), hal ini mengadung makna bahwa manusia terikat dengan sesama sebagai satu komunitas, manusia hidup dalam hubungan dengan semua makhluk, dsb. Rantai yang terikat satu dengan lainnya atas – bawah vertikal, makanya tidak saja menghormati dan menghargai orang yang lebih usia, tetapi juga orng Sumba menggambarkan dirinya terikat dengan SANG KHALIK. Selain rantai, kita juga melihat bentuk wadah berbentuk oval bulat telur, ini juga bukan hanya sebuah lambang kreativitas tetapi makna yang lebih dalam adalah bahwa orang Sumba selalu menyelesaikan masalah mereka melalui musyawarah, dsb.
Selain simbol – simbol diatas, dapt juga digunakan : mamuli, buaya, penyu dan ikan paus tetapi itu sangat tergantung pada kreatifitas penenun dan pemahaman maknanya.
Berikut ragam motif yang telah disepakati sesuai dengan ketentuan hasil seminar..
SALAM OSA.







Tidak ada komentar:
Posting Komentar